Senin, 01 November 2021

 

Bahasa Indonesia
Bab 2 Menikmati Cerita Sejarah Indonesia

Novel sejarah merupakan sebuah genre yang penting dan sering ditulis di negara-negara Barat. Negeara-negara tersebut menanamkan pentingnya sejarah dalam pendidikan. Novel sejarah membantu memperkenalkan dan mengakrabkan suatu masyarakat pada masa lalu bangsanya. Dengan demikian, pendidikan dalam novel dapat menanamkan akar pada bangsanya.

Novel sejarah adalah novel yang di dalamnya menjelaskan dan menceritakan tentang fakta kejadian masa lalu yang menjadi asal-muasal atau latar belakang terjadinya sesuatu yang memiliki nilai kesejarahan, bisa bersifat naratif atau deskriptif. Novel sejarah termasuk dalam teks naratif jika disajikan dengan menggunakan urutan peristiwa dan urutan waktu. Namun, jika novel sejarah

disajikan secara simbolisasi verbal, novel tergolong ke dalam teks deskriptif.

Novel sejarah dapat dikategorikan sebagai novel ulang (rekon). Supaya tidak terjadi kesalahpahaman atas frasa "novel ulang", berikut ini penjelasan tentang jenis-jenis novel ulang. Berdasarkan jenisnya, novel ulang terdiri atas tiga jenis, yakni rekon pribadi, rekon faktual, dan rekon imajinatif.

1. Rekon pribadi adalah novel yang memuat kejadian dan penulisnya terlibat secara langsung.

2. Rekon faktual (informasional) adalah novel yang memuat kejadian faktual seperti eksperimen ilmiah, laporan polisi, dan lain-lain.

3. Rekon imajinatif adalah novel yang memuat kisa faktual yang dikhayalkan dan diceritakan secara lebih rinci.

Novel sejarah tergolong ke dalam rekon imajinatif, karena didasarkan atas fakta-fakta sejarah yang kemudian dikisahkan kembali dengan sudut pandang lain yang tidak muncul dalam fakta sejarah.

Sudut pandang emosi, kegemaran atau keluarga dapat menjadi pilihan dalam mengisahkannya.

Hal-hal menarik dalam Novel Sejarah

Saat mendengarkan pembacaan kutipan novel, tentulah terdapat bagian-bagian yang menarik. Kemenarikan itu dapat berupa waktu, tempat, tokoh yang mungkin bagi sebagian orang tidak asing.

Struktur teks

Novel sejarah mempunya struktur teks yang sama dengan struktur novel lainnya yaitu orientasi, pengungkapan peristiwa, rising action, komplikasi, evaluasi/resolusi, dan koda.

1. Pengenalan situasi (exposition, orientasi)

Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan setting cerita baik waktu, tempat maupun peristiwa. selain itu, orientasi juga dapat disajikan dengan mengenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antar tokoh.

2. Pengungkapan peristiwa

Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.

3. Menuju konflik (rising action)

Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.

4. Puncak konflik (turning point, komplikasi)

Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. pada bagian ini pula, ditentukannya perubahan nasib beberapa tokohnya.

5. Penyelesaian (evaluasi, resolusi)

Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan ataupun penilaian tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Pada bagian ini pun sering pula dinyatakan wujud akhir dari kondisi ataupun nasib akhir yang dialami tokoh utama.

6. Koda

Bagian ini berupa komentar terhadap keseluruhan isi cerita, yang fungsinya sebagai penutup. Komentar yang dimaksud bisa disampaikan langsung oleh pengarang atau dengan mewakilkannya pada seorang tokoh.

Kaidah Kebahasaan Novel Sejarah

Beberapa kaidah kebahasaan yang berlaku pada novel sejarah adalah sebagai berikut .

1. Menggunakan banyak kalimat bermakna lampau.

Contoh.

Prajurit-prajurit yang telah diperintahkan membersihkan gedung bekas asrama telah menyelesaikan tugasnya.

2. Menggunakan banyak kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis, temporal), seperti : sejak saat itu, setelah itu, mula-mula, kemudian

Contoh.

Setelah juara gulat itu pergi Sang Adipadti bangkit dan berjalan tenang-tenang masuk ke kadipaten.

3. Menggunakan banyak kata kerja yang menggambarkan suatu tindakan (kata kerja material)

4. Menggunakan banyak kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang. MIsalnya , mengatakan bahwa, menceritakan tentang, menurut, mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan.

5. Menggunakan banyak kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh (kata kerja mental), misalnya, merasakan, menginginkan, mengharapkan, mendambakan, mentakan, menganggap.

6. Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda petik ganda ("...") ddan kata kerja yang menunjukkan tuturan langsung.

7. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau suasana.

Selain menggunakan kata atau frasa bermakna kias, novel sejarah juga banyak menggunakan peribahasa, baik yang berbahasa daerah maupun berbahasa Indonesia.

 

Kemelut di Majapahit

Dikisahkan sebuah kerajaan Majapahit, kala itu terkuak cerita cerita tentang pengangkatan seorang raja baru di kerajaan Majapahit. Raja tersebut bernama Raden Wijaya. Pengangkatan raja pertama tersebut diberi gelar Kertarajasa Jayawardhana. Sejak saat itulah Raden Wijaya menjadi raja yang disegani oleh seluruh rakyat Majapahit.

Dibalik kesuksesan Raden Wijaya menjadi raja di Majapahit ternyata ada para senopati (perwira) yang setia dan selalu membantunya. Raden Wijaya tidak bisa melupakan jasa-jasa para senopati lalu ia mambagi-bagikan pangkat kepada mereka. Ronggo Lawe salah seorang patih yang amatlah baik dan erat hubungannya dengan raja diangkat menjadi Adipati Tuban.

Suasana tentam dan damai mulai diguncangkan ketika Sang Prabu menikahi empat orang putri mendiang Raja Kertanegara, tak berselang lama raja pun menikah lagi dengan putri dari Melayu. Sebelum menikahi putri dari Melayu, beliau menikahi empat orang putri mendiang Raja Kertanegara  karena beliau tidak ingin adanya dendam dan rebutan kekuasaan kelak. Keempat putri itu adalah Dyah Tribunan, Dyah Nara Indraduhita, Dyah Jaya Inderadewi, dan Retno Setawan atau Rajapatni yang paling dikasihinya. Raja tidak puas dengan keempat istrinya itu, ia pun menikahi Dyah Dara Petak menjadi isti kelimanya. Terjadilah persaingan diantara istri-istri raja terhadap Dyah Dara Petak yang amat cantik jelita. Mereka berlomba-lomba mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari raja namun raja tidak menyadari persaingan diantara mereka, karena dilakukan secara diam -diam.

Persaingan istri-istri raja tidak seberapa hebat sebagai akibat di kehidupan Sang Prabu. Ada hal yang membakar hati Ronggo Lawe yaitu pengangkatan Patih Hamangkubumi, yaitu patih kerajaan Majapahit. Diangkat oleh Sang Prabu menjadi pembesar yang tertinggi dan paling berkuasa setelah raja yaitu Senopati Nambi.

Mendengar pengangkatan itu, marahlah Adipati Ronggi Lawe. Saat sedang makan beliau langsung membantingkan nasi yang dikepalnya ke lantai yang disuguhkan oleh kedua istri setianya yang amat menyayangi Ronggo Lawe.

Kemarahan Ronggo Lawe membuat cemas kedua istrinya dan mencoba menenangkan, “Kakangmas adipati, harap paduka tenang.” Dewi Mertorogo menghibur suaminya. Kemarahan tersebut membuat Ronggo Lawe bergegas pergi untuk menghadap Prabu raden Wijaya dengan menumpangi kuda kesayangannya yang dijuluki Mego Lamat.

Sesampainya di kerajaan, Ronggo Lawe mengatakan kepada raja bahwa telah keliru atas pengangkatan Nambi menjadi pembesar di kerajaan Majapahit. Semua yang ada disana terkejut atas pernyataan yang dilontarkan oleh Ronggo Lawe kepada Prabu. Namun dengan lembut dan berwibawanya Raden Wijaya menanggapi dengan tenang dan senyuman.

Ronggo Lawe terus saja mengatakan perkataan yang amat sangat menyinggung “Nambi lemah, bodoh, rendah budi, penakut, tak pantas Nambi menjadi pembesar di kerajaan.”

Setelah mendengarkan ucapan ynag dilontarkan Ronggo Lawe raja Raden Wijaya pun berucap, “Kakang Ronggo Lawe, tindakanku mengangkat kakang Nambi sebagai Patih Hamangkubumi, bukanlah tindakan ngawur melainkan sudah dipertimbangkan masak-masak bahkan telah mendapatkan persetujuan dari semua paman dan kakang senopati dan semua pembantuku.”

Dengan muka merah Ronggo Lawe pun berkata dengan lantangnya, “Tetap saja pengangkatan ini tidak tepat.”

Akhirnya dengan segala upaya yang diucapkan raja untuk menenangkan Ronggo Lawe. Ia pun memahami dengan beku hatinya. Dan hubungan yang tadinya erat sebab antara Ronggo Lawe dan raja Raden Wijaya merenggang atau putus tali persaudaraan diantara mereka.

Namun setelah beberapa lama kebusukan Nambi dan Dara Petak tercium oleh raja. Akhirnya Nambi dan Dara Petak diusir dari kerajaan, Lalu Ronggo Lawe diangkat menjdi pembesar kerajaan Majapahit.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar