Bahasa Indonesia
Bab 2 Menikmati Cerita Sejarah Indonesia
Novel sejarah merupakan sebuah genre yang penting dan sering
ditulis di negara-negara Barat. Negeara-negara tersebut menanamkan pentingnya
sejarah dalam pendidikan. Novel sejarah membantu memperkenalkan dan
mengakrabkan suatu masyarakat pada masa lalu bangsanya. Dengan demikian,
pendidikan dalam novel dapat menanamkan akar pada bangsanya.
Novel sejarah adalah novel yang di dalamnya menjelaskan dan
menceritakan tentang fakta kejadian masa lalu yang menjadi asal-muasal atau
latar belakang terjadinya sesuatu yang memiliki nilai kesejarahan, bisa
bersifat naratif atau deskriptif. Novel sejarah termasuk dalam teks naratif
jika disajikan dengan menggunakan urutan peristiwa dan urutan waktu. Namun,
jika novel sejarah
disajikan secara simbolisasi
verbal, novel tergolong ke dalam teks deskriptif.
Novel sejarah dapat dikategorikan sebagai novel ulang (rekon).
Supaya tidak terjadi kesalahpahaman atas frasa "novel ulang", berikut
ini penjelasan tentang jenis-jenis novel ulang. Berdasarkan jenisnya, novel
ulang terdiri atas tiga jenis, yakni rekon pribadi, rekon faktual, dan rekon
imajinatif.
1. Rekon pribadi adalah novel yang memuat kejadian dan penulisnya
terlibat secara langsung.
2. Rekon faktual (informasional) adalah novel yang memuat kejadian
faktual seperti eksperimen ilmiah, laporan polisi, dan lain-lain.
3. Rekon imajinatif adalah novel yang memuat kisa faktual yang
dikhayalkan dan diceritakan secara lebih rinci.
Novel sejarah tergolong ke dalam rekon imajinatif, karena
didasarkan atas fakta-fakta sejarah yang kemudian dikisahkan kembali dengan
sudut pandang lain yang tidak muncul dalam fakta sejarah.
Sudut pandang emosi, kegemaran atau keluarga dapat menjadi pilihan
dalam mengisahkannya.
Hal-hal menarik dalam Novel Sejarah
Saat mendengarkan pembacaan kutipan novel, tentulah terdapat
bagian-bagian yang menarik. Kemenarikan itu dapat berupa waktu, tempat, tokoh
yang mungkin bagi sebagian orang tidak asing.
Struktur teks
Novel sejarah mempunya struktur teks yang sama dengan struktur
novel lainnya yaitu orientasi, pengungkapan peristiwa, rising action,
komplikasi, evaluasi/resolusi, dan koda.
1. Pengenalan situasi (exposition, orientasi)
Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan setting cerita baik
waktu, tempat maupun peristiwa. selain itu, orientasi juga dapat disajikan
dengan mengenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antar tokoh.
2. Pengungkapan peristiwa
Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan
berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.
3. Menuju konflik (rising action)
Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun
keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
4. Puncak konflik (turning point, komplikasi)
Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Inilah bagian cerita yang
paling besar dan mendebarkan. pada bagian ini pula, ditentukannya perubahan
nasib beberapa tokohnya.
5. Penyelesaian (evaluasi, resolusi)
Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan ataupun
penilaian tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah
mengalami peristiwa puncak itu. Pada bagian ini pun sering pula dinyatakan
wujud akhir dari kondisi ataupun nasib akhir yang dialami tokoh utama.
6. Koda
Bagian ini berupa komentar terhadap keseluruhan isi cerita, yang
fungsinya sebagai penutup. Komentar yang dimaksud bisa disampaikan langsung
oleh pengarang atau dengan mewakilkannya pada seorang tokoh.
Kaidah Kebahasaan Novel Sejarah
Beberapa kaidah kebahasaan yang berlaku pada novel sejarah adalah
sebagai berikut .
1. Menggunakan banyak kalimat bermakna lampau.
Contoh.
Prajurit-prajurit yang telah diperintahkan membersihkan gedung
bekas asrama telah menyelesaikan tugasnya.
2. Menggunakan banyak kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi
kronologis, temporal), seperti : sejak saat itu, setelah itu, mula-mula,
kemudian
Contoh.
Setelah juara gulat itu pergi Sang Adipadti bangkit dan berjalan
tenang-tenang masuk ke kadipaten.
3. Menggunakan banyak kata kerja yang menggambarkan suatu tindakan
(kata kerja material)
4. Menggunakan banyak kata kerja yang menunjukkan kalimat tak
langsung sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang.
MIsalnya , mengatakan bahwa, menceritakan tentang, menurut, mengungkapkan,
menanyakan, menyatakan, menuturkan.
5. Menggunakan banyak kata kerja yang menyatakan sesuatu yang
dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh (kata kerja mental), misalnya, merasakan,
menginginkan, mengharapkan, mendambakan, mentakan, menganggap.
6. Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda petik
ganda ("...") ddan kata kerja yang menunjukkan tuturan langsung.
7. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk
menggambarkan tokoh, tempat, atau suasana.
Selain menggunakan kata atau frasa bermakna kias, novel sejarah
juga banyak menggunakan peribahasa, baik yang berbahasa daerah maupun berbahasa
Indonesia.
Kemelut di Majapahit
Dikisahkan sebuah kerajaan Majapahit, kala itu terkuak
cerita cerita tentang pengangkatan seorang raja baru di kerajaan Majapahit.
Raja tersebut bernama Raden Wijaya. Pengangkatan raja pertama tersebut diberi
gelar Kertarajasa Jayawardhana. Sejak saat itulah Raden Wijaya menjadi raja
yang disegani oleh seluruh rakyat Majapahit.
Dibalik kesuksesan Raden Wijaya menjadi raja di
Majapahit ternyata ada para senopati (perwira) yang setia dan selalu
membantunya. Raden Wijaya tidak bisa melupakan jasa-jasa para senopati lalu ia
mambagi-bagikan pangkat kepada mereka. Ronggo Lawe salah seorang patih yang
amatlah baik dan erat hubungannya dengan raja diangkat menjadi Adipati Tuban.
Suasana tentam dan damai mulai diguncangkan ketika
Sang Prabu menikahi empat orang putri mendiang Raja Kertanegara, tak berselang
lama raja pun menikah lagi dengan putri dari Melayu. Sebelum menikahi putri
dari Melayu, beliau menikahi empat orang putri mendiang Raja
Kertanegara karena beliau tidak ingin adanya dendam dan rebutan
kekuasaan kelak. Keempat putri itu adalah Dyah Tribunan, Dyah Nara Indraduhita,
Dyah Jaya Inderadewi, dan Retno Setawan atau Rajapatni yang paling dikasihinya.
Raja tidak puas dengan keempat istrinya itu, ia pun menikahi Dyah Dara Petak menjadi
isti kelimanya. Terjadilah persaingan diantara istri-istri raja terhadap Dyah
Dara Petak yang amat cantik jelita. Mereka berlomba-lomba mendapatkan perhatian
dan kasih sayang dari raja namun raja tidak menyadari persaingan diantara
mereka, karena dilakukan secara diam -diam.
Persaingan istri-istri raja tidak seberapa hebat
sebagai akibat di kehidupan Sang Prabu. Ada hal yang membakar hati Ronggo Lawe
yaitu pengangkatan Patih Hamangkubumi, yaitu patih kerajaan Majapahit. Diangkat
oleh Sang Prabu menjadi pembesar yang tertinggi dan paling berkuasa setelah
raja yaitu Senopati Nambi.
Mendengar pengangkatan itu, marahlah Adipati Ronggi
Lawe. Saat sedang makan beliau langsung membantingkan nasi yang dikepalnya ke
lantai yang disuguhkan oleh kedua istri setianya yang amat menyayangi Ronggo
Lawe.
Kemarahan Ronggo Lawe membuat cemas kedua istrinya dan
mencoba menenangkan, “Kakangmas adipati, harap paduka tenang.” Dewi Mertorogo
menghibur suaminya. Kemarahan tersebut membuat Ronggo Lawe bergegas pergi untuk
menghadap Prabu raden Wijaya dengan menumpangi kuda kesayangannya yang dijuluki
Mego Lamat.
Sesampainya di kerajaan, Ronggo Lawe mengatakan kepada
raja bahwa telah keliru atas pengangkatan Nambi menjadi pembesar di kerajaan
Majapahit. Semua yang ada disana terkejut atas pernyataan yang dilontarkan oleh
Ronggo Lawe kepada Prabu. Namun dengan lembut dan berwibawanya Raden Wijaya
menanggapi dengan tenang dan senyuman.
Ronggo Lawe terus saja mengatakan perkataan yang amat
sangat menyinggung “Nambi lemah, bodoh, rendah budi, penakut, tak pantas Nambi
menjadi pembesar di kerajaan.”
Setelah mendengarkan ucapan ynag dilontarkan Ronggo
Lawe raja Raden Wijaya pun berucap, “Kakang Ronggo Lawe, tindakanku mengangkat
kakang Nambi sebagai Patih Hamangkubumi, bukanlah tindakan ngawur melainkan
sudah dipertimbangkan masak-masak bahkan telah mendapatkan persetujuan dari
semua paman dan kakang senopati dan semua pembantuku.”
Dengan muka merah Ronggo Lawe pun berkata dengan
lantangnya, “Tetap saja pengangkatan ini tidak tepat.”
Akhirnya dengan segala upaya yang diucapkan raja untuk
menenangkan Ronggo Lawe. Ia pun memahami dengan beku hatinya. Dan hubungan yang
tadinya erat sebab antara Ronggo Lawe dan raja Raden Wijaya merenggang atau
putus tali persaudaraan diantara mereka.
Namun setelah beberapa lama kebusukan Nambi dan Dara
Petak tercium oleh raja. Akhirnya Nambi dan Dara Petak diusir dari kerajaan,
Lalu Ronggo Lawe diangkat menjdi pembesar kerajaan Majapahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar