SMK Muhammadiyah Lambu Kibang
Minggu, 18 Februari 2024
Selasa, 31 Oktober 2023
Cerpen
LABIRIN
BUNTU
BAU amis dari
para pedagang ikan pagi ini melengkapi rutinitas
pasar pagi.
Senggol sana. Senggol sini. Berteriak setengah
mati. Diakhiri
dengan sambaran tawaran harga tinggi. Ramai
dan hiruk
pikuk. Ini terjadi hampir setiap hari. Aku dan jiwaku
yang dipaksa
untuk tinggal di sini.
“Hei, Babah!”
terdengar satu hentakan dari pojok kios sana.
Dugaanku
benar. Semua riuh. Seperti yang aku sebutkan tadi.
“Kau ini sudah
diberi hati. Malah meminta jantung! Tidak
tahu adab
benar!”
Tak lama
kemudian, terdengar jawaban.
“Haiyaaa, santai sedikit lah, Sal. Ini
permintaan terakhir ku.
Tidak terlalu
banyak! Kau cukup menerimanya saja.”
Lalu, sayup-sayup
terdengar. Rupanya, penghuni tetap
pasar ini
senang datangnya hiburan baru. Yang menarik dan
pantas untuk
ditengok. Apalagi, ini menyangkut Aa Sal. Segala
nya berada di
tangan kotornya.
“Bah, apa yang
Babah katakan bukan perkara sepele.
Bahkan, lebih
berat dari seluruh makanan milik Babah!” jawab
Aa Sal.
Suasana semakin tegang. Teriakan mereka berdualah
dari tadi
mendominasi suasana pasar. Seram dan menakutkan.
Kita sudah
mengetahui seluk beluk kedua jagoan ini.
Me milih tetap
dalam diam. Salah langkah barang satu jengkal
pun, bisa habis kami dibuatnya.
“Pest, hei! Abaikan mereka! Pesst, lanjutkan saja pekerjaanmu!
Atau, kau mau
kupotong gaji untuk bulan ini?” suara dari
balik kepalaku
menyeruak. Itu adalah suara Wak Ton. Juragan
toko tempat
aku bekerja sekarang.
“Iya, Wak.
Maaf sekali,” jawabku singkat. “Gaji saya jangan
dipotong bulan
ini! soalnya ....”
Wak Ton
menyuruhku diam. Dengan isyarat jemari telunjuknya.
Juga tetap
menjaga agar aku tidak beralih pikiran.
Satu pelanggan
masuk. Pelanggan setia. Jalannya bagai
putri
istana yang
terkurung seribu tahun dalam menara. Benar-benar
seburuk itu.
Jika tidak mengingat gajiku, tawa kencang bisa keluar
dari mulutku.
“Waaak!”
serunya.
Aku tidak bisa
menggambarkan secara tepat suaranya
memanggil Wak
Ton. Suara yang dibuat-buat. Dia betul memanggil
Wak. Tapi,
dengan irama yang sangat tidak diinginkan
semua orang.
“Kenapa,
sayang? Kalah lagi, semalam?” Wak Ton menjawab
sapaannya.
Inilah, kepribadian juraganku akan ber ubah
dengan cepat.
“Huaah,
iyaaaa! Aku lelah banget, Wak!” sambungnya.
“La la la la,
kalah lagi. Kalah lagi! Begitulah mereka mengejekku,
Wak. Cuih!
Padahal, aku baru kalah dua kali!”
Wak Ton
terlihat menyembunyikan kekecewaannya.
“Sudahlah, itu
baru dua kali. Hanya dua kali. Masih banyak
jalan yang
bisa kau tempuh. Nanti malam, mau coba lagi?”
Aduh, serius
kawan. Aku ingin muntah mendengarnya.
Pertama, dua
kali kalah. Dua kali? Iya, aku tidak salah dengar
pastinya. Dua
kali adalah angka yang sangat kecil untuk si
putri muram.
Bodoh. Berkali-kali kalah dalam perjudian. Lalu,
tawaran Wak
Ton untuk memberikan sejumlah uang secara
cuma-cuma
untuk si Putri? Tuhan, aku tidak tahu dunia apa
se karang.
“Eum, besok
saja deh! Aku mau istirahaaat...,” jawabnya.
“Ngomong-ngomong,
di depan itu ada ramai-ramai apa sih,
Wak? Berisik
banget. Aku mau ke sana saja. Lalu, suruh mereka
tutup mulut!
Dasar bedebah.”
Wak Ton dan
aku sontak saja menahan Si Putri. Bahaya,
siaga satu.
Sekali hal tersebut terjadi, sudah bisa dipastikan. Wak
Ton yang akan
menanggung semua kerugian. Intinya, makin
runyam
urusannya jika dia itu melibatkan diri.
“Uh, itu
sayang.... Biasalah, tawar-menawar pedagang
kampung.
Sampai ribut segala. Nanti pasti Wak suruh diam.”
Jurus sakti
juraganku itupun melesat cepat bagai panah
arjuna.
“Nah,
sekarang, kamu istirahat di dalam. Di luar sini tidak
baik. Bau amis
ikan bisa memicu pusing mabukmu itu.”
Si Putri mau
tak mau menuruti perintah Wak Ton. Beristirahat
adalah opsi
terbaik sejauh ini. Lelah dan marah akan
kejadian
semalam. Aku melanjutkan pekerjaanku. Menata gula,
minyak goreng,
dan lain-lain. Lalu, mengambil persediaan di
gudang,
mendata, menata kembali. Begitu seterusnya hingga
istirahat
siang berlabuh.
“Hei, kau nggak makan?” sapa
seseorang di belakangku.
Pupil mataku
menatapnya. Teman, tapi beda divisi denganku.
Harusnya ia
sudah mengerti. Setiap istirahat siang aku tak
pernah
istirahat. Aku mempunyai tanggung jawab yang harus
dibereskan.
“Sepertinya
nanti, aku akan menyusul kalau bisa. Tapi, aku
tidak
berjanji, ya.” balasku.
Sejak awal,
aku memang tidak bisa datang. Hanya untuk
sekadar makan
siang. Kejam benar hidup itu. Membuat semuanya
menjadi berat.
“Oh, begitu.
Ya sudah. Aku duluan, ya!” jawaban meluncur
dengan halus.
Memaklumi apa yang terjadi denganku. Setelahkepergian temanku itu, kuputuskan
untuk kembali menata
barang yang
harus dikerjakan.
***
Notasi pukul
enam sore menandakan berakhirnya kerja. Aku
cukup merasa
bangga. Bagusnya, hari ini adalah hari gajian.
Hal paling
baik setelah seharian berkutat dengan hal berbagai
barang.
“Tidak ada
gaji dulu. Aku baru bisa memberi dua bulan
ke depan.”
Sungguh, ini
di luar dugaan. Wak Ton tidak pernah menunda
pemberian
gaji. Aku memutuskan untuk angkat bicara.
“Mohon maaf,
Wak Ton. Kiranya, apa yang mendasari
penundaan ini?
Saya dan rekan-rekan sudah bekerja sampai
tidak
kenal....,” ucapanku terpotong.
“Kalah! Kalah
setiap malamnya! Kau tahu, ini bukan
ma salah
sereceh! Aku juga sudah lelah membiayai jalang itu.
Keluyuran
setiap malam. Judi, kalah.”
“Wak Ton, saya
tidak bermaksud lancang. Tetapi, seharusnya
kewajiban Wak
Ton hanyalah memberi gaji kami.
Tak kurang tak
lebih. Wanita tersebut bukanlah tanggung jawab
Wak Ton.”
Lagi-lagi, Wak
Ton memotong ujaran kami.
“Sudahlah!
Bodoh kalian itu! Tidak tahu apa-apa soal dia!
Diam saja atau
gaji kalian tidak akan cair hingga akhir tahun!”
“Waaak!”
Sebuah suara
terdengar dari balik dinding. Ia belum menampakkan
wajahnya.
Tapi, kami semua sudah bisa memastikan.
Suara orang
marah. Sangat marah.
“Iya, sayang?”
Wak Ton memainkan perannya kem bali.
Menjijikkan. “Kau
tidur kembali dulu, Wak ada urusan disini.” “Aku sudah tidak mabuk. Tidak
mengantuk! Lihat, segar
bugar badanku
ini. Kalau aku bertanding dengan para preman
tadi pagi pun
bisa-bisa saja!” ucapnya riang. “Nah, Wak. Kenapa
tadi Wak
berteriak-teriak? Aku juga mendengar soal gaji.
Apa yang
sedang kalian bicarakan?”
“Gaji? Apa kau
tidak salah dengar, sayang? Aku membicarakan
tentang padi!
Padi milik Pak Is. Yang harus secepatnya
dikirim ke
sini. Persediaan beras di sini sudah mulai menipis.”
Aku berani
bertaruh. Rekan-rekanku pasti sedang kebingungan.
Kami tidak
pernah menerima padi dari Pak Is. Kami
tidak pernah
mengupas padi hingga menjadi beras. Kami tidak
pernah
melakukan itu semua. Tugas kami hanyalah mem bagi
beras-beras
tersebut dalam kelompok yang berbeda. Anomali
ini disadari
oleh kami semua, tak terkecuali. Tapi, bagi Tuan
Putri, itu
bukanlah sebuah masalah yang besar.
“Oh, padi. Aku
salah dengar, ternyata. Ya sudah,” Tuan
Putri
menggaruk kepalanya yang kukira tidak gatal. “Dan
omong-omong
soal gaji, aku jadi ingin minta uang, Wak. Sedikit
saja, lima
ratus!”
Kami semua
tertegun. Wak Ton pun begitu. Dari raut
muka nya,
tersirat sebuah permasalahan. Ia sedang krisis keuangan.
Penyebab
terbesarnya adalah wanita yang sedang berdiri
di depannya.
Tapi, yang terjadi kemudian adalah sebuah
keajaiban.
Bukan, terlalu bagus kalau kubilang keajaiban. Ini
adalah
musibah.
“Lima ratus?
Apa tidak kurang?” Pertanyaan Wak Ton
membuat kami
lebih terkejut daripada kalimat Tuan Putri sebelumnya.
Tak diduga tak
disangka, Wak Ton malah me nawarkan
nominal yang
lebih tinggi jumlahnya.
“Sebenernya,
kurang sih, Wak. Tapi segitu dulu saja, deh.
Besok malam
aku minta lagi, kok!”
Kami hanya
bisa menelan ludah saat serah terima uang
dilakukan. Ini
semua di luar dugaan. Uang itu, per lembarnya, adalah hak kami semua. Garis
bawahi kalau perlu. Lima ratus
itu uang yang
berlimpah jika digunakan untuk gaji kami.
Sungguh.
Bukannya malah jatuh kepada Tuan Putri. Yang
justru tidak
menghasilkan apa-apa bagi Wak Ton.
“Bersenang-senanglah,
selagi kau bisa, sayang.”
Sepatah tadi
cukup menjadi alasan kami untuk memberikan
protes tinggi.
Bagaimana bisa. Ini adalah ironi. Wak Ton
terlalu sayang
pada si jalang itu. Rela membiarkan pengabdian
dan jasa kami
menjadi tidak terlihat olehnya.
“Itu adalah
uang terakhirku. Kalian tahu? Jangan memberi
aku sebuah
pertanyaan, atau gaji kalian tidak bisa benarbenar
kuberikan!”
Kami
hanya bisa diam.
Jalanan sepi.
Bukanlah hal yang baik untuk dilalui gadis
seorang diri.
Bahaya. Orang jahat bisa mencelakaimu kapan
saja. Seperti
itulah nasihat mereka. Bahaya, awas. Kamu perempuan.
Harus
berhati-hati. Seperti yang sudah-sudah, masuk
telinga kanan,
keluar telinga kiri. Berputar-putar, bagai piringan
hitam zaman dahulu.
Memberikan lagu-lagu ke nis cayaan
pada sesuatu.
Tapi, aku lebih memilih untuk mengabaikannya.
Ada yang lebih
kutakuti daripada para penjahar malam.
Ada sesuatu
yang menyeramkan, melebihi makhluk-makhluk
digdaya di
bawah tanah. Ada sesuatu yang lebih besar dari itu
semua.
Pohon-pohon
yang berdiri seakan mengetahui apa yang
terjadi malam
ini. Kekecewaan meliputi hati. Semuanya bercampur
menjadi satu.
Tapi, aku lebih memilih untuk memendamnya.
Biarkan saja. Aku
akan diam. Seolah tidak terjadi apaapa.
Aku akan
berdiri tegar. Aku akan bersabar.
“Kak, kenapa
Kakak melamun?” Kepalaku menoleh dengan cepat. Mendapati seorang jago
an kecil yang
sedang berdiri anggun. Matanya sayu. Persis
meng gambarkan
waktu ia lahir dulu.
“Enggak kok.
Aku memikirkan ingin masak apa untuk
besok. Nah,
kamu ingin menu apa?”
Hening.
“Kak, minggu
depan, pembayaran utang harus lunas.
Aa Sal sudah
datang tadi siang.Tadi, aku ngumpet di rumah
Hana.”
Satu kabar
buruk lagi. Aku tidak tahu harus memberi
tanggapan apa
atas pernyataan adikku tadi.
“Kak ...,”
panggilnya. “Wak Ton sudah memberi gaji kan?
Seharusnya,
hari ini tehitung sejak bulan kemarin. Jadi, kita bisa
melunasi utang
Aa Sal.”
Adikku memang
tidak pernah sekolah. Tidak pernah kenal
berhitung atau
membaca. Tapi, siapa sangka, jauh dari itu semua.
Adikku ini
memiliki otak setara dengan Ibnu Sina pada
masanya. Ia
bisa menghitung tanpa pernah kuajari. Bisa menulis
puisi bagus
tanpa pernah kuberi tahu. Apalagi, sekadar
untuk
menghitung jatuh tempo, ia adalah yang paling jago.
“Hari ini
memang seharusnya hari gajian,” aku membuka
kalimat. “Tapi,
coba dengar. Ada beberapa hal yang belum terselesaikan.
Wak Ton belum
menggajiku. Urusan Aa Sal bisa belakangan.
Kamu mengerti?”
Itu sudah
cukup jelas. Adikku mengerti semuanya. Bahkan,
setiap kata
tersirat yang tidak keluar dari mulutku. Ku bilang
tadi. Tapi, ia
memilih untuk percaya. Mempercayai dusta yang
ada.
***
Malam ini aku
menjadi gelisah. Lebih gundah dari siapa
pun yang sedang
mengalami nikmatnya masa asmara. Akutak sedang mengada-ada. Perasaan ini rumit.
Sulit. Seolah seperti
ujian tak
berkesudahan. Jangankan jalan keluar, untuk
melewati jalan
saja tidak bisa. Aku bingung, lantas mengacakacak
rambut
kusutku.
Pandanganku teralih
padanya. Kuintip mata sayunya
yang
tersembunyi dalam remang-remang kamarnya. Ia begitu
dingin, jauh,
dan susah kurengkuh. Begitulah adikku. Aku tak
pernah
betul-betul mengenalnya. Kami sudah seperti masa yang
jauh di
pelupuk mata. Kami berbeda. Mungkin, malam ini akan
menjadi
terakhir kali aku bersua dengannya.
“Dik,” bisikku
lembut. “Jaga dirimu baik-baik!”
Bersamaan
dengan gesekan ranting di atas rumah, aku
menutup mata.
Berusaha mencari angin segar sebelum semuanya
dimulai.
Baiklah. Hitungan ketiga, aku lebih dari siap.
Melompat dan
mengendap. Tinggal sedikit lagi, dan aku bisa
menjadi apa
yang kuimpikan semalam. Aku bisa menjadi apa
yang dikatakan
oleh Wak Ton tadi siang. Bersenang-senang.
“Selamat malam, Tuan Putri. Apa kau sibuk malam ini?”
Kamis, 31 Agustus 2023
Kalimat Majemuk dan contohnya
Pengertian
dan Contoh Kalimat Majemuk berdasarkan Jenis-Jenisnya
Pengertian Kalimat Majemuk
Dalam menyusun sebuah paragraf, kamu
bisa mengkombinasikan dua atau lebih kalimat tunggal menjadi satu. Nah,
kombinasi kalimat tunggal itu lah yang disebut sebagai kalimat majemuk.
Melansir dari berbagai sumber, kalimat majemuk adalah sebuah
kalimat yang terdiri dari dua klausa utama atau lebih, dan masing-masing dapat
berdiri sebagai kalimat yang lepas.
Jenis-Jenis dan Contoh Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk dibagi menjadi empat jenis, yaitu kalimat majemuk
setara, rapatan, campuran, dan bertingkat. Berikut penjelasan lengkapnya!
1. Kalimat Majemuk Setara
Kalimat
majemuk setara terdiri dari klausa-klausa yang memiliki hubungan setara. Kata
penghubung atau konjungsi yang biasanya digunakan pada kalimat majemuk setara
adalah konjungsi koordinatif, seperti dan, atau, tetapi, sedangkan, lalu, dan kemudian. Berikut adalah jenis-jenis dari kalimat majemuk setara beserta
contohnya.
a. Kalimat majemuk setara sejalan
Terdiri
dari dua klausa atau lebih yang memiliki kedudukan sejalan. Dihubungkan oleh
konjungsi, seperti dan, lalu, ketika, sementara. Contohnya:
·
Ani sedang menggambar dan Budi mandi.
·
Feri main di depan rumah, lalu makan masakan
ibunya.
·
Kereta bayi itu didorong ayah ketika menemani
ibu membeli baju.
b. Kalimat majemuk setara berlawanan
Terdiri
dari dua klausa atau lebih yang saling berlawanan. Dihubungkan oleh kata hubung
tetapi, melainkan, sedangkan. Contohnya:
·
Meri tidak pernah lupa menabung, sedangkan
Feri selalu menghabiskan uangnya.
·
Jono baru saja sampai rumah, tetapi adiknya
tidak ada di rumah.
·
Ayah tidak membeli mobil baru, melainkan
mobil bekas.
c. Kalimat majemuk setara hubungan
sebab-akibat
Terdiri
dari dua klausa yang menunjukkan hubungan sebab akibat. Dihubungkan oleh
konjungsi sebab, karena, sehingga, maka. Contohnya:
·
Roni memakan makanan terlalu pedas, sehingga
ia jadi diare.
·
Sinta bangun kesiangan, sebab ia tidur terlalu
malam kemarin.
·
Nita mampu menjadi juara kelas karena ia
selalu belajar dengan tekun.
Baca
Juga: Kumpulan Contoh Kalimat Tunggal berdasarkan Jenisnya, Lengkap!
d. Kalimat majemuk setara penguat
Kalimat
ini memiliki klausa yang berfungsi sebagai penguat klausa lainnya. Contohnya:
·
Pak Rudi memang terkenal pelit, terlebih pada
orang yang tidak ia sukai.
·
Andi sudah sering ditegur, bahkan ia
mendapatkan SP dari atasannya.
·
Fuad adalah anak yang sopan, terlebih pada
orang tua.
e. Kalimat majemuk setara pemilihan
Kalimat
majemuk ini memiliki dua klausa atau lebih yang merupakan pilihan. Contohnya:
·
Anak itu bisa mendapatkan beasiswa berupa
uang pesangon atau belanja buku setiap bulan.
·
Saya harus membersihkan rumah terlebih dahulu
atau tidak diijinkan untuk menonton konser nanti malam.
·
Ratih menjadi bingung harus pergi bersama
Galih atau Sari.
f. Kalimat majemuk setara berurutan
Kalimat
majemuk setara berurutan merupakan kalimat majemuk yang memiliki kelompok kata
yang saling berurutan. Contohnya:
·
Ali akan belanja sayur dahulu sebelum pulang
ke rumah.
·
Sesudah berdagang di pasar kemudian ibu
melakukan tugasnya di rumah.
·
Ani akan berkunjung ke rumah pamannya dulu
setelah itu ia akan pergi ke rumah temannya.
2. Kalimat Majemuk Rapatan
Kalimat
majemuk rapatan merupakan kalimat majemuk yang memiliki beberapa kalimat
tunggal untuk dijadikan sebagai satu kalimat utuh. Biasanya, kalimat ini akan
dipisah atau digabung dengan menggunakan tanda baca koma (,). Konjungsi yang
biasa digunakan pada kalimat majemuk rapatan, antara lain dan, juga, serta, dan lain lain. Contohnya:
·
Diah membeli sayur. Diah membeli gula. Diah
membeli beras.
Kalimat ini dapat digabung menjadi Diah membeli sayur, gula, dan beras.
·
Ayah memakan sayur bayam. Ayah memakan tempe.
Ayah memakan tahu.
Kalimat ini dapat digabung menjadi Ayah memakan sayur bayam, tahu, dan tempe.
·
Ani sedang duduk di teras. Ani sampai
melamun.
Kalimat ini dapat digabung menjadi Ani sedang duduk di teras bahkan sampai
melamun.
3. Kalimat Majemuk
Bertingkat
Kalimat
majemuk bertingkat adalah kalimat yang memiliki anak kalimat (kalimat yang
bergantung pada kalimat lainnya) dan induk kalimat (kalimat yang tidak
bergantung pada
kalimat
manapun). Kalimat ini juga kerap disebut sebagai kalimat kompleks.
Konjungsi
yang digunakan pada kalimat majemuk bertingkat adalah konjungsi yang tidak
setara, seperti meskipun, walaupun, supaya,
agar, karena, sehingga, sebab, maka, ketika, apabila, bahwa, dan sebagainya. Berikut ini adalah jenis-jenis kalimat majemuk bertingkat.
a. Kalimat majemuk bertingkat hubungan waktu
Antara
anak kalimat dan induk kalimat dihubungkan oleh konjungsi yang menandakan
waktu, seperti sejak, sebelum, ketika, sesudah, sampai, saat, dan lain-lain.
Contohnya:
·
Nisa pergi ke warung, ketika Alya berkunjung
kerumahnya.
·
Ani datang ke rumah Alya sampai ibu Alya
pulang dari kantor.
·
Saat ibu pulang dari pasar, Feri belum ada di
rumah.
b. Kalimat majemuk bertingkat hubungan syarat
Antara
anak kalimat dan induk kalimat dihubungkan oleh konjungsi syarat yang
menjelaskan suatu kondisi harus dipenuhi oleh kondisi lain. Konjungsi yang
dimaksud, antara lain apabila, jika, seandainya, asalkan. Contohnya:
·
Aku pasti juara satu seandainya kemarin aku
rajin belajar.
·
Aku pasti bermain ke rumahmu apabila aku
punya waktu luang.
·
Apabila ayah membeli makan siang, aku akan
mentraktirnya makan malam.
Baca
Juga: Apa Sih Bedanya Kalimat Langsung & Tidak Langsung? Berikut
Pengertian, Ciri-Ciri, Contohnya
c. Kalimat majemuk bertingkat hubungan tujuan
Antara
anak kalimat dan induk kalimat dihubungkan menggunakan kata penghubung yang
menyatakan tujuan/maksud kedepannya, seperti agar, supaya, biar, dan lain-lain.
Contohnya:
·
Doni bekerja dengan keras agar bisa menutupi
kebutuhan keluarganya.
·
Fani pergi kesekolah biar mendapat pujian
dari bibinya.
·
Supaya menjadi juara 1, Doni selalu belajar
dan mengerjakan PR.
d. Kalimat majemuk bertingkat hubungan
perbandingan
Kalimat
ini dihubungkan menggunakan konjungsi yang menyatakan perbandingan, seperti
ibarat, daripada, bagaikan, seperti, laksana, dan lainnya. Contohnya:
·
Seperti pinang di belah dua, mukanya sangat
mirip dengan kakaknya
·
Gani lebih memilih fisika, daripada kimia.
·
Bagaikan langit dan bumi, Risa sangat berbeda
dengan kakak pertamanya.
e. Kalimat majemuk bertingkat hubungan
perlawanan (konsesif)
Kalimat
ini memiliki kata konjungsi yang menyatakan hubungan perlawanan, seperti
walaupun, kapanpun, biarpun, dan lain-lain. Contohnya:
·
Meskipun dirinya sekarang menjomblo, dirinya
tidak merasa kesepian.
·
Usahanya memang sudah gagal, meskipun ia
sudah bekerja sekeras mungkin.
·
Ayah selalu siap kapanpun ibu membutuhkan
bantuan.
Baca Juga: Contoh Kalimat Simpleks & Kompleks disertai Pengertian,
Ciri-Ciri, Jenisnya
f. Kalimat majemuk bertingkat hubungan
sangkalan
Kalimat
ini memiliki konjungsi yang menyatakan sangkalan, seperti seakan-akan,
seolah-olah, dan lain-lain. Contoh:
·
Terkadang orang yang berbicara menyakiti
orang lain seolah-olah hanya dirinyalah yang hidup di muka bumi ini.
·
Fani bertengkar dengan Tias, seakan-akan
semua emosinya diluapkan.
·
Joko memakan semua makanan di meja,
seakan-akan ia belum makan selama satu tahun.
g. Kalimat majemuk bertingkat hubungan
penyebab
Kalimat
ini menjelaskan mengenai hubungan sebab dari induk kalimat. Biasanya kalimat
ini menggunakan kata penghubung sebab, karena, oleh karena, dan lain-lain.
Contohnya:
·
Dia sedang merasa senang karena ibunya yang
sudah lama pergi kini sudah pulang dari arab.
·
Rangga menderita penyakit jantung karena dia
suka menghisap rokok.
·
Oleh karena terlalu sering berolahraga, kaki
ayah jadi kram dan pegal-pegal.
h. Kalimat majemuk bertingkat hubungan akibat
Kalimat
ini menggunakan kata konjungsi yang menyatakan akibat, seperti sampai-sampai,
maka, sehingga, dan lain-lain. Contohnya:
·
Andi memukul Alya, sehingga ibu Alya marah
kepada Andi.
·
Andi memarahi ibunya sampai-sampai Fani
menangis tersedu.
·
Karena lapar, maka ular itu memakan ayam.
Baca
Juga: Pengertian dan Jenis-Jenis Konjungsi Antarkalimat disertai
Contohnya
i. Kalimat majemuk bertingkat hubungan cara
Kalimat
ini menjelaskan keterangan cara dari anak kalimat ke induk kalimat. Biasanya
kalimat ini menggunakan kata “dengan”. Contohnya:
·
Ani belajar menggunakan laptop dengan dibantu
oleh kakaknya.
·
Ina belajar bahasa Inggris dengan menggunakan
kamus bahasa.
·
Dengan menggunakan telepon, Rudi menyampaikan
rasa rindu pada kekasihnya.
j. Kalimat majemuk bertingkat hubungan alat
Kalimat
majemuk jenis ini terdapat penjelasan mengenai cara atau alat yang digunakan
dalam kejadian, biasanya ditandai dengan konjungsi, seperti dengan atau tanpa.
Contohnya:
·
Menteri Keuangan mengontrol perekonomian
dengan menaikkan pajak bagi rakyat.
·
Kompor listrik bisa menghangatkan makanan
tanpa menggunakan api.
·
Gisela menjemur pakaian di halaman belakang
dengan menggunakan jemuran yang terbuat dari tali.
k. Kalimat majemuk bertingkat hubungan hasil
Kalimat
ini memiliki konjungsi yang menunjukkan hasil, berupa kata “makanya”.
Contohnya:
·
Fani anak yang nakal makanya ibunya tidak suka
memberi saran tegas untuk Fani.
·
Andi anak yang malas makanya guru sering
menegur Andi dengan nada tegas.
·
Juju selalu belajar makanya ia jadi juara
satu di kelasnya.
l. Kalimat majemuk bertingkat hubungan
penjelasan
Kalimat
ini menjelaskan makna atau penjelasan yang didapat dari induk kalimat. Biasanya
kalimat ini menggunakan kata penghubung “bahwa”. Contohnya:
·
Ani berbicara dengan Ria bahwa seseorang
telah menculik adiknya saat pulang sekolah.
·
Ani belajar untuk mandiri setelah mendengar
saran dari ayahnya bahwa menjadi orang mandiri akan membawanya lebih sukses.
·
Pembawa acara berita tersebut sangat semangat
menjelaskan kronologi kecelakaan bahwa ada mobil menabrak rumah warga di
pinggir jalan.
Baca
Juga: Kumpulan Contoh Kalimat Imperatif beserta Pengertian, Ciri-Ciri,
dan Jenisnya
m. Kalimat majemuk bertingkat hubungan
kenyataan
Kalimat
ini memiliki kata konjungsi, seperti padahal dan sedangkan. Contohnya:
·
Ani bermain ponsel padahal adiknya
menagis-nangis mencarinya.
·
Dian pergi ke Jakarta sedangkan ibunya di
kampung sendirian tanpa saudara.
·
Kerajinan tangan ini sangat mudah padahal
pembuatannya rumit.
n. Kalimat majemuk bertingkat hubungan
atribut
Kalimat
ini menggunakan kata penghubung “yang”. Contohnya:
·
Dia yang makan pisang itu adalah adik saya.
·
Ibu yang memakai baju biru itu adalah ibu
saya.
·
Masalah yang menimpa Runi sangat pelik.
4. Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat
majemuk campuran merupakan gabungan dari kalimat majemuk setara dan kalimat
majemuk bertingkat. Selain itu, kalimat majemuk campuran memiliki ciri, yaitu
terdiri dari tiga klausa dalam satu kalimatnya. Contohnya:
·
Keinginan itu selalu tertunda karena Dedi
lebih berkonsentrasi ke lembaga pendidikan di luar negeri, sedangkan orang
tuanya memilih pendidikan di dalam negeri.
·
Ketika malam mulai mencekam, kutarik selimut
itu dan kupejamkan mata ini, tetapi rasa takut itu tidak juga pergi dari hati
dan pikiranku.
·
Karena tidak pernah menyimak pelajaran di
sekolah, Bobi mendapat nilai jelek dan harus tidak naik kelas.