Selasa, 31 Oktober 2023

Cerpen

 

LABIRIN BUNTU

 

BAU amis dari para pedagang ikan pagi ini melengkapi rutinitas

pasar pagi. Senggol sana. Senggol sini. Berteriak setengah

mati. Diakhiri dengan sambaran tawaran harga tinggi. Ramai

dan hiruk pikuk. Ini terjadi hampir setiap hari. Aku dan jiwaku

yang dipaksa untuk tinggal di sini.

“Hei, Babah!” terdengar satu hentakan dari pojok kios sana.

Dugaanku benar. Semua riuh. Seperti yang aku sebutkan tadi.

“Kau ini sudah diberi hati. Malah meminta jantung! Tidak

tahu adab benar!”

Tak lama kemudian, terdengar jawaban.

Haiyaaa, santai sedikit lah, Sal. Ini permintaan terakhir ku.

Tidak terlalu banyak! Kau cukup menerimanya saja.”

Lalu, sayup-sayup terdengar. Rupanya, penghuni tetap

pasar ini senang datangnya hiburan baru. Yang menarik dan

pantas untuk ditengok. Apalagi, ini menyangkut Aa Sal. Segala

nya berada di tangan kotornya.

“Bah, apa yang Babah katakan bukan perkara sepele.

Bahkan, lebih berat dari seluruh makanan milik Babah!” jawab

Aa Sal. Suasana semakin tegang. Teriakan mereka berdualah

dari tadi mendominasi suasana pasar. Seram dan menakutkan.

Kita sudah mengetahui seluk beluk kedua jagoan ini.

Me milih tetap dalam diam. Salah langkah barang satu jengkal

pun, bisa habis kami dibuatnya.

Pest, hei! Abaikan mereka! Pesst, lanjutkan saja pekerjaanmu!

Atau, kau mau kupotong gaji untuk bulan ini?” suara dari

balik kepalaku menyeruak. Itu adalah suara Wak Ton. Juragan

toko tempat aku bekerja sekarang.

“Iya, Wak. Maaf sekali,” jawabku singkat. “Gaji saya jangan

dipotong bulan ini! soalnya ....”

Wak Ton menyuruhku diam. Dengan isyarat jemari telunjuknya.

Juga tetap menjaga agar aku tidak beralih pikiran.

Satu pelanggan masuk. Pelanggan setia. Jalannya bagai putri

istana yang terkurung seribu tahun dalam menara. Benar-benar

seburuk itu. Jika tidak mengingat gajiku, tawa kencang bisa keluar

dari mulutku.

“Waaak!” serunya.

Aku tidak bisa menggambarkan secara tepat suaranya

memanggil Wak Ton. Suara yang dibuat-buat. Dia betul memanggil

Wak. Tapi, dengan irama yang sangat tidak diinginkan

semua orang.

“Kenapa, sayang? Kalah lagi, semalam?” Wak Ton menjawab

sapaannya. Inilah, kepribadian juraganku akan ber ubah

dengan cepat.

“Huaah, iyaaaa! Aku lelah banget, Wak!” sambungnya.

“La la la la, kalah lagi. Kalah lagi! Begitulah mereka mengejekku,

Wak. Cuih! Padahal, aku baru kalah dua kali!”

Wak Ton terlihat menyembunyikan kekecewaannya.

“Sudahlah, itu baru dua kali. Hanya dua kali. Masih banyak

jalan yang bisa kau tempuh. Nanti malam, mau coba lagi?”

Aduh, serius kawan. Aku ingin muntah mendengarnya.

Pertama, dua kali kalah. Dua kali? Iya, aku tidak salah dengar

pastinya. Dua kali adalah angka yang sangat kecil untuk si

putri muram. Bodoh. Berkali-kali kalah dalam perjudian. Lalu,

tawaran Wak Ton untuk memberikan sejumlah uang secara

cuma-cuma untuk si Putri? Tuhan, aku tidak tahu dunia apa

se karang.

“Eum, besok saja deh! Aku mau istirahaaat...,” jawabnya.

“Ngomong-ngomong, di depan itu ada ramai-ramai apa sih,

Wak? Berisik banget. Aku mau ke sana saja. Lalu, suruh mereka

tutup mulut! Dasar bedebah.”

Wak Ton dan aku sontak saja menahan Si Putri. Bahaya,

siaga satu. Sekali hal tersebut terjadi, sudah bisa dipastikan. Wak

Ton yang akan menanggung semua kerugian. Intinya, makin

runyam urusannya jika dia itu melibatkan diri.

“Uh, itu sayang.... Biasalah, tawar-menawar pedagang

kampung. Sampai ribut segala. Nanti pasti Wak suruh diam.”

Jurus sakti juraganku itupun melesat cepat bagai panah

arjuna.

“Nah, sekarang, kamu istirahat di dalam. Di luar sini tidak

baik. Bau amis ikan bisa memicu pusing mabukmu itu.”

Si Putri mau tak mau menuruti perintah Wak Ton. Beristirahat

adalah opsi terbaik sejauh ini. Lelah dan marah akan

kejadian semalam. Aku melanjutkan pekerjaanku. Menata gula,

minyak goreng, dan lain-lain. Lalu, mengambil persediaan di

gudang, mendata, menata kembali. Begitu seterusnya hingga

istirahat siang berlabuh.

“Hei, kau nggak makan?” sapa seseorang di belakangku.

Pupil mataku menatapnya. Teman, tapi beda divisi denganku.

Harusnya ia sudah mengerti. Setiap istirahat siang aku tak

pernah istirahat. Aku mempunyai tanggung jawab yang harus

dibereskan.

“Sepertinya nanti, aku akan menyusul kalau bisa. Tapi, aku

tidak berjanji, ya.” balasku.

Sejak awal, aku memang tidak bisa datang. Hanya untuk

sekadar makan siang. Kejam benar hidup itu. Membuat semuanya

menjadi berat.

“Oh, begitu. Ya sudah. Aku duluan, ya!” jawaban meluncur

dengan halus. Memaklumi apa yang terjadi denganku. Setelahkepergian temanku itu, kuputuskan untuk kembali menata

barang yang harus dikerjakan.

***

Notasi pukul enam sore menandakan berakhirnya kerja. Aku

cukup merasa bangga. Bagusnya, hari ini adalah hari gajian.

Hal paling baik setelah seharian berkutat dengan hal berbagai

barang.

“Tidak ada gaji dulu. Aku baru bisa memberi dua bulan

ke depan.”

Sungguh, ini di luar dugaan. Wak Ton tidak pernah menunda

pemberian gaji. Aku memutuskan untuk angkat bicara.

“Mohon maaf, Wak Ton. Kiranya, apa yang mendasari

penundaan ini? Saya dan rekan-rekan sudah bekerja sampai

tidak kenal....,” ucapanku terpotong.

“Kalah! Kalah setiap malamnya! Kau tahu, ini bukan

ma salah sereceh! Aku juga sudah lelah membiayai jalang itu.

Keluyuran setiap malam. Judi, kalah.”

“Wak Ton, saya tidak bermaksud lancang. Tetapi, seharusnya

kewajiban Wak Ton hanyalah memberi gaji kami.

Tak kurang tak lebih. Wanita tersebut bukanlah tanggung jawab

Wak Ton.”

Lagi-lagi, Wak Ton memotong ujaran kami.

“Sudahlah! Bodoh kalian itu! Tidak tahu apa-apa soal dia!

Diam saja atau gaji kalian tidak akan cair hingga akhir tahun!”

“Waaak!”

Sebuah suara terdengar dari balik dinding. Ia belum menampakkan

wajahnya. Tapi, kami semua sudah bisa memastikan.

Suara orang marah. Sangat marah.

“Iya, sayang?” Wak Ton memainkan perannya kem bali.

Menjijikkan. “Kau tidur kembali dulu, Wak ada urusan disini.” “Aku sudah tidak mabuk. Tidak mengantuk! Lihat, segar

bugar badanku ini. Kalau aku bertanding dengan para preman

tadi pagi pun bisa-bisa saja!” ucapnya riang. “Nah, Wak. Kenapa

tadi Wak berteriak-teriak? Aku juga mendengar soal gaji.

Apa yang sedang kalian bicarakan?”

“Gaji? Apa kau tidak salah dengar, sayang? Aku membicarakan

tentang padi! Padi milik Pak Is. Yang harus secepatnya

dikirim ke sini. Persediaan beras di sini sudah mulai menipis.”

Aku berani bertaruh. Rekan-rekanku pasti sedang kebingungan.

Kami tidak pernah menerima padi dari Pak Is. Kami

tidak pernah mengupas padi hingga menjadi beras. Kami tidak

pernah melakukan itu semua. Tugas kami hanyalah mem bagi

beras-beras tersebut dalam kelompok yang berbeda. Anomali

ini disadari oleh kami semua, tak terkecuali. Tapi, bagi Tuan

Putri, itu bukanlah sebuah masalah yang besar.

“Oh, padi. Aku salah dengar, ternyata. Ya sudah,” Tuan

Putri menggaruk kepalanya yang kukira tidak gatal. “Dan

omong-omong soal gaji, aku jadi ingin minta uang, Wak. Sedikit

saja, lima ratus!”

Kami semua tertegun. Wak Ton pun begitu. Dari raut

muka nya, tersirat sebuah permasalahan. Ia sedang krisis keuangan.

Penyebab terbesarnya adalah wanita yang sedang berdiri

di depannya. Tapi, yang terjadi kemudian adalah sebuah

keajaiban. Bukan, terlalu bagus kalau kubilang keajaiban. Ini

adalah musibah.

“Lima ratus? Apa tidak kurang?” Pertanyaan Wak Ton

membuat kami lebih terkejut daripada kalimat Tuan Putri sebelumnya.

Tak diduga tak disangka, Wak Ton malah me nawarkan

nominal yang lebih tinggi jumlahnya.

“Sebenernya, kurang sih, Wak. Tapi segitu dulu saja, deh.

Besok malam aku minta lagi, kok!”

Kami hanya bisa menelan ludah saat serah terima uang

dilakukan. Ini semua di luar dugaan. Uang itu, per lembarnya, adalah hak kami semua. Garis bawahi kalau perlu. Lima ratus

itu uang yang berlimpah jika digunakan untuk gaji kami.

Sungguh. Bukannya malah jatuh kepada Tuan Putri. Yang

justru tidak menghasilkan apa-apa bagi Wak Ton.

“Bersenang-senanglah, selagi kau bisa, sayang.”

Sepatah tadi cukup menjadi alasan kami untuk memberikan

protes tinggi. Bagaimana bisa. Ini adalah ironi. Wak Ton

terlalu sayang pada si jalang itu. Rela membiarkan pengabdian

dan jasa kami menjadi tidak terlihat olehnya.

“Itu adalah uang terakhirku. Kalian tahu? Jangan memberi

aku sebuah pertanyaan, atau gaji kalian tidak bisa benarbenar

kuberikan!”

Kami hanya bisa diam.

Jalanan sepi. Bukanlah hal yang baik untuk dilalui gadis

seorang diri. Bahaya. Orang jahat bisa mencelakaimu kapan

saja. Seperti itulah nasihat mereka. Bahaya, awas. Kamu perempuan.

Harus berhati-hati. Seperti yang sudah-sudah, masuk

telinga kanan, keluar telinga kiri. Berputar-putar, bagai piringan

hitam zaman dahulu. Memberikan lagu-lagu ke nis cayaan

pada sesuatu. Tapi, aku lebih memilih untuk mengabaikannya.

Ada yang lebih kutakuti daripada para penjahar malam.

Ada sesuatu yang menyeramkan, melebihi makhluk-makhluk

digdaya di bawah tanah. Ada sesuatu yang lebih besar dari itu

semua.

Pohon-pohon yang berdiri seakan mengetahui apa yang

terjadi malam ini. Kekecewaan meliputi hati. Semuanya bercampur

menjadi satu. Tapi, aku lebih memilih untuk memendamnya.

Biarkan saja. Aku akan diam. Seolah tidak terjadi apaapa.

Aku akan berdiri tegar. Aku akan bersabar.

“Kak, kenapa Kakak melamun?” Kepalaku menoleh dengan cepat. Mendapati seorang jago

an kecil yang sedang berdiri anggun. Matanya sayu. Persis

meng gambarkan waktu ia lahir dulu.

“Enggak kok. Aku memikirkan ingin masak apa untuk

besok. Nah, kamu ingin menu apa?”

Hening.

“Kak, minggu depan, pembayaran utang harus lunas.

Aa Sal sudah datang tadi siang.Tadi, aku ngumpet di rumah

Hana.”

Satu kabar buruk lagi. Aku tidak tahu harus memberi

tanggapan apa atas pernyataan adikku tadi.

“Kak ...,” panggilnya. “Wak Ton sudah memberi gaji kan?

Seharusnya, hari ini tehitung sejak bulan kemarin. Jadi, kita bisa

melunasi utang Aa Sal.”

Adikku memang tidak pernah sekolah. Tidak pernah kenal

berhitung atau membaca. Tapi, siapa sangka, jauh dari itu semua.

Adikku ini memiliki otak setara dengan Ibnu Sina pada

masanya. Ia bisa menghitung tanpa pernah kuajari. Bisa menulis

puisi bagus tanpa pernah kuberi tahu. Apalagi, sekadar

untuk menghitung jatuh tempo, ia adalah yang paling jago.

“Hari ini memang seharusnya hari gajian,” aku membuka

kalimat. “Tapi, coba dengar. Ada beberapa hal yang belum terselesaikan.

Wak Ton belum menggajiku. Urusan Aa Sal bisa belakangan.

Kamu mengerti?”

Itu sudah cukup jelas. Adikku mengerti semuanya. Bahkan,

setiap kata tersirat yang tidak keluar dari mulutku. Ku bilang

tadi. Tapi, ia memilih untuk percaya. Mempercayai dusta yang

ada.

***

Malam ini aku menjadi gelisah. Lebih gundah dari siapa

pun yang sedang mengalami nikmatnya masa asmara. Akutak sedang mengada-ada. Perasaan ini rumit. Sulit. Seolah seperti

ujian tak berkesudahan. Jangankan jalan keluar, untuk

melewati jalan saja tidak bisa. Aku bingung, lantas mengacakacak

rambut kusutku.

Pandanganku teralih padanya. Kuintip mata sayunya

yang tersembunyi dalam remang-remang kamarnya. Ia begitu

dingin, jauh, dan susah kurengkuh. Begitulah adikku. Aku tak

pernah betul-betul mengenalnya. Kami sudah seperti masa yang

jauh di pelupuk mata. Kami berbeda. Mungkin, malam ini akan

menjadi terakhir kali aku bersua dengannya.

“Dik,” bisikku lembut. “Jaga dirimu baik-baik!”

Bersamaan dengan gesekan ranting di atas rumah, aku

menutup mata. Berusaha mencari angin segar sebelum semuanya

dimulai. Baiklah. Hitungan ketiga, aku lebih dari siap.

Melompat dan mengendap. Tinggal sedikit lagi, dan aku bisa

menjadi apa yang kuimpikan semalam. Aku bisa menjadi apa

yang dikatakan oleh Wak Ton tadi siang. Bersenang-senang.

“Selamat malam, Tuan Putri. Apa kau sibuk malam ini?”

Kamis, 31 Agustus 2023

Kalimat Majemuk dan contohnya

 

Pengertian dan Contoh Kalimat Majemuk berdasarkan Jenis-Jenisnya

 

Pengertian Kalimat Majemuk

Dalam menyusun sebuah paragraf, kamu bisa mengkombinasikan dua atau lebih kalimat tunggal menjadi satu. Nah, kombinasi kalimat tunggal itu lah yang disebut sebagai kalimat majemuk. Melansir dari berbagai sumber, kalimat majemuk adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua klausa utama atau lebih, dan masing-masing dapat berdiri sebagai kalimat yang lepas.

 

Jenis-Jenis dan Contoh Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk dibagi menjadi empat jenis, yaitu kalimat majemuk setara, rapatan, campuran, dan bertingkat. Berikut penjelasan lengkapnya!

 

1. Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara terdiri dari klausa-klausa yang memiliki hubungan setara. Kata penghubung atau konjungsi yang biasanya digunakan pada kalimat majemuk setara adalah konjungsi koordinatif, seperti dan, atau, tetapi, sedangkan, lalu, dan kemudian. Berikut adalah jenis-jenis dari kalimat majemuk setara beserta contohnya.

 

a. Kalimat majemuk setara sejalan

Terdiri dari dua klausa atau lebih yang memiliki kedudukan sejalan. Dihubungkan oleh konjungsi, seperti dan, lalu, ketika, sementara. Contohnya:

·         Ani sedang menggambar dan Budi mandi.

·         Feri main di depan rumah, lalu makan masakan ibunya.

·         Kereta bayi itu didorong ayah ketika menemani ibu membeli baju.

b. Kalimat majemuk setara berlawanan

Terdiri dari dua klausa atau lebih yang saling berlawanan. Dihubungkan oleh kata hubung tetapi, melainkan, sedangkan. Contohnya:

·         Meri tidak pernah lupa menabung, sedangkan Feri selalu menghabiskan uangnya.

·         Jono baru saja sampai rumah, tetapi adiknya tidak ada di rumah.

·         Ayah tidak membeli mobil baru, melainkan mobil bekas.

c. Kalimat majemuk setara hubungan sebab-akibat

Terdiri dari dua klausa yang menunjukkan hubungan sebab akibat. Dihubungkan oleh konjungsi sebab, karena, sehingga, maka. Contohnya:

·         Roni memakan makanan terlalu pedas, sehingga ia jadi diare.

·         Sinta bangun kesiangan, sebab ia tidur terlalu malam kemarin.

·         Nita mampu menjadi juara kelas karena ia selalu belajar dengan tekun.

Baca Juga: Kumpulan Contoh Kalimat Tunggal berdasarkan Jenisnya, Lengkap!

 

d. Kalimat majemuk setara penguat

Kalimat ini memiliki klausa yang berfungsi sebagai penguat klausa lainnya. Contohnya:

·         Pak Rudi memang terkenal pelit, terlebih pada orang yang tidak ia sukai.

·         Andi sudah sering ditegur, bahkan ia mendapatkan SP dari atasannya.

·         Fuad adalah anak yang sopan, terlebih pada orang tua.

e. Kalimat majemuk setara pemilihan

Kalimat majemuk ini memiliki dua klausa atau lebih yang merupakan pilihan. Contohnya:

·         Anak itu bisa mendapatkan beasiswa berupa uang pesangon atau belanja buku setiap bulan.

·         Saya harus membersihkan rumah terlebih dahulu atau tidak diijinkan untuk menonton konser nanti malam.

·         Ratih menjadi bingung harus pergi bersama Galih atau Sari.

f. Kalimat majemuk setara berurutan

Kalimat majemuk setara berurutan merupakan kalimat majemuk yang memiliki kelompok kata yang saling berurutan. Contohnya:

·         Ali akan belanja sayur dahulu sebelum pulang ke rumah.

·         Sesudah berdagang di pasar kemudian ibu melakukan tugasnya di rumah.

·         Ani akan berkunjung ke rumah pamannya dulu setelah itu ia akan pergi ke rumah temannya.

 

2. Kalimat Majemuk Rapatan

Kalimat majemuk rapatan merupakan kalimat majemuk yang memiliki beberapa kalimat tunggal untuk dijadikan sebagai satu kalimat utuh. Biasanya, kalimat ini akan dipisah atau digabung dengan menggunakan tanda baca koma (,). Konjungsi yang biasa digunakan pada kalimat majemuk rapatan, antara lain dan, juga, serta, dan lain lain. Contohnya:

·         Diah membeli sayur. Diah membeli gula. Diah membeli beras.
Kalimat ini dapat digabung menjadi Diah membeli sayur, gula, dan beras.

·         Ayah memakan sayur bayam. Ayah memakan tempe. Ayah memakan tahu.
Kalimat ini dapat digabung menjadi Ayah memakan sayur bayam, tahu, dan tempe.

·         Ani sedang duduk di teras. Ani sampai melamun.
Kalimat ini dapat digabung menjadi Ani sedang duduk di teras bahkan sampai melamun.

3. Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang memiliki anak kalimat (kalimat yang bergantung pada kalimat lainnya) dan induk kalimat (kalimat yang tidak bergantung pada

kalimat manapun). Kalimat ini juga kerap disebut sebagai kalimat kompleks. 

Konjungsi yang digunakan pada kalimat majemuk bertingkat adalah konjungsi yang tidak setara, seperti meskipun, walaupun, supaya, agar, karena, sehingga, sebab, maka, ketika, apabila, bahwa, dan sebagainya. Berikut ini adalah jenis-jenis kalimat majemuk bertingkat.

 

a. Kalimat majemuk bertingkat hubungan waktu

Antara anak kalimat dan induk kalimat dihubungkan oleh konjungsi yang menandakan waktu, seperti sejak, sebelum, ketika, sesudah, sampai, saat, dan lain-lain. Contohnya:

·         Nisa pergi ke warung, ketika Alya berkunjung kerumahnya.

·         Ani datang ke rumah Alya sampai ibu Alya pulang dari kantor.

·         Saat ibu pulang dari pasar, Feri belum ada di rumah.

b. Kalimat majemuk bertingkat hubungan syarat

Antara anak kalimat dan induk kalimat dihubungkan oleh konjungsi syarat yang menjelaskan suatu kondisi harus dipenuhi oleh kondisi lain. Konjungsi yang dimaksud, antara lain apabila, jika, seandainya, asalkan. Contohnya:

·         Aku pasti juara satu seandainya kemarin aku rajin belajar.

·         Aku pasti bermain ke rumahmu apabila aku punya waktu luang.

·         Apabila ayah membeli makan siang, aku akan mentraktirnya makan malam.

Baca Juga: Apa Sih Bedanya Kalimat Langsung & Tidak Langsung? Berikut Pengertian, Ciri-Ciri, Contohnya

 

c. Kalimat majemuk bertingkat hubungan tujuan

Antara anak kalimat dan induk kalimat dihubungkan menggunakan kata penghubung yang menyatakan tujuan/maksud kedepannya, seperti agar, supaya, biar, dan lain-lain. Contohnya:

·         Doni bekerja dengan keras agar bisa menutupi kebutuhan keluarganya.

·         Fani pergi kesekolah biar mendapat pujian dari bibinya.

·         Supaya menjadi juara 1, Doni selalu belajar dan mengerjakan PR.

d. Kalimat majemuk bertingkat hubungan perbandingan

Kalimat ini dihubungkan menggunakan konjungsi yang menyatakan perbandingan, seperti ibarat, daripada, bagaikan, seperti, laksana, dan lainnya. Contohnya:

·         Seperti pinang di belah dua, mukanya sangat mirip dengan kakaknya

·         Gani lebih memilih fisika, daripada kimia.

·         Bagaikan langit dan bumi, Risa sangat berbeda dengan kakak pertamanya.

e. Kalimat majemuk bertingkat hubungan perlawanan (konsesif)

Kalimat ini memiliki kata konjungsi yang menyatakan hubungan perlawanan, seperti walaupun, kapanpun, biarpun, dan lain-lain. Contohnya:

·         Meskipun dirinya sekarang menjomblo, dirinya tidak merasa kesepian.

·         Usahanya memang sudah gagal, meskipun ia sudah bekerja sekeras mungkin.

·         Ayah selalu siap kapanpun ibu membutuhkan bantuan.

Baca Juga: Contoh Kalimat Simpleks & Kompleks disertai Pengertian, Ciri-Ciri, Jenisnya

 

f. Kalimat majemuk bertingkat hubungan sangkalan

Kalimat ini memiliki konjungsi yang menyatakan sangkalan, seperti seakan-akan, seolah-olah, dan lain-lain. Contoh:

·         Terkadang orang yang berbicara menyakiti orang lain seolah-olah hanya dirinyalah yang  hidup di muka bumi ini.

·         Fani bertengkar dengan Tias, seakan-akan semua emosinya diluapkan.

·         Joko memakan semua makanan di meja, seakan-akan ia belum makan selama satu tahun.

g. Kalimat majemuk bertingkat hubungan penyebab

Kalimat ini menjelaskan mengenai hubungan sebab dari induk kalimat. Biasanya kalimat ini menggunakan kata penghubung sebab, karena, oleh karena, dan lain-lain. Contohnya:

·         Dia sedang merasa senang karena ibunya yang sudah lama pergi kini sudah pulang dari arab.

·         Rangga menderita penyakit jantung karena dia suka menghisap rokok.

·         Oleh karena terlalu sering berolahraga, kaki ayah jadi kram dan pegal-pegal.

h. Kalimat majemuk bertingkat hubungan akibat

Kalimat ini menggunakan kata konjungsi yang menyatakan akibat, seperti sampai-sampai, maka, sehingga, dan lain-lain. Contohnya:

·         Andi memukul Alya, sehingga ibu Alya marah kepada Andi.

·         Andi memarahi ibunya sampai-sampai Fani menangis tersedu.

·         Karena lapar, maka ular itu memakan ayam.

Baca Juga: Pengertian dan Jenis-Jenis Konjungsi Antarkalimat disertai Contohnya

 

i. Kalimat majemuk bertingkat hubungan cara

Kalimat ini menjelaskan keterangan cara dari anak kalimat ke induk kalimat. Biasanya kalimat ini menggunakan kata “dengan”. Contohnya:

·         Ani belajar menggunakan laptop dengan dibantu oleh kakaknya.

·         Ina belajar bahasa Inggris dengan menggunakan kamus bahasa.

·         Dengan menggunakan telepon, Rudi menyampaikan rasa rindu pada kekasihnya.

j. Kalimat majemuk bertingkat hubungan alat

Kalimat majemuk jenis ini terdapat penjelasan mengenai cara atau alat yang digunakan dalam kejadian, biasanya ditandai dengan konjungsi, seperti dengan atau tanpa. Contohnya:

·         Menteri Keuangan mengontrol perekonomian dengan menaikkan pajak bagi rakyat.

·         Kompor listrik bisa menghangatkan makanan tanpa menggunakan api.

·         Gisela menjemur pakaian di halaman belakang dengan menggunakan jemuran yang terbuat dari tali.

k. Kalimat majemuk bertingkat hubungan hasil

Kalimat ini memiliki konjungsi yang menunjukkan hasil, berupa kata “makanya”. Contohnya:

·         Fani anak yang nakal makanya ibunya tidak suka memberi saran tegas untuk Fani.

·         Andi anak yang malas makanya guru sering menegur Andi dengan nada tegas.

·         Juju selalu belajar makanya ia jadi juara satu di kelasnya.

l. Kalimat majemuk bertingkat hubungan penjelasan

Kalimat ini menjelaskan makna atau penjelasan yang didapat dari induk kalimat. Biasanya kalimat ini menggunakan kata penghubung “bahwa”. Contohnya:

·         Ani berbicara dengan Ria bahwa seseorang telah menculik adiknya saat pulang sekolah.

·         Ani belajar untuk mandiri setelah mendengar saran dari ayahnya bahwa menjadi orang mandiri akan membawanya lebih sukses.

·         Pembawa acara berita tersebut sangat semangat menjelaskan kronologi kecelakaan bahwa ada mobil menabrak rumah warga di pinggir jalan.

Baca Juga: Kumpulan Contoh Kalimat Imperatif beserta Pengertian, Ciri-Ciri, dan Jenisnya

 

m. Kalimat majemuk bertingkat hubungan kenyataan

Kalimat ini memiliki kata konjungsi, seperti padahal dan sedangkan. Contohnya:

·         Ani bermain ponsel padahal adiknya menagis-nangis mencarinya.

·         Dian pergi ke Jakarta sedangkan ibunya di kampung sendirian tanpa saudara.

·         Kerajinan tangan ini sangat mudah padahal pembuatannya rumit.

n. Kalimat majemuk bertingkat hubungan atribut

Kalimat ini menggunakan kata penghubung “yang”. Contohnya:

·         Dia yang makan pisang itu adalah adik saya.

·         Ibu yang memakai baju biru itu adalah ibu saya.

·         Masalah yang menimpa Runi sangat pelik.

 

4. Kalimat Majemuk Campuran

Kalimat majemuk campuran merupakan gabungan dari kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Selain itu, kalimat majemuk campuran memiliki ciri, yaitu terdiri dari tiga klausa dalam satu kalimatnya. Contohnya:

·         Keinginan itu selalu tertunda karena Dedi lebih berkonsentrasi ke lembaga pendidikan di luar negeri, sedangkan orang tuanya memilih pendidikan di dalam negeri.

·         Ketika malam mulai mencekam, kutarik selimut itu dan kupejamkan mata ini, tetapi rasa takut itu tidak juga pergi dari hati dan pikiranku.

·         Karena tidak pernah menyimak pelajaran di sekolah, Bobi mendapat nilai jelek dan harus tidak naik kelas.